Ayah Juga Bisa Merasa Kesepian?

Ketika berbicara tentang kesepian dalam keluarga, pikiran kita sering tertuju pada ibu—terutama ibu rumah tangga atau ibu yang baru melahirkan. Jarang sekali kita bertanya, “Apakah seorang ayah juga bisa merasa kesepian?” Padahal, banyak ayah yang diam-diam mengalami perasaan itu, tapi tidak tahu bagaimana mengungkapkannya.

Tuntutan Menyediakan, Bukan Merasakan

Sejak lama, peran ayah dikaitkan dengan tanggung jawab ekonomi dan ketegasan. Ayah dituntut untuk menjadi “kuat”, “rasional”, dan “fokus bekerja”. Sementara itu, ekspresi emosi seperti bingung, sedih, atau merasa tidak dekat dengan anak—tidak mendapatkan ruang yang cukup. Akibatnya, banyak ayah akhirnya mengalami jarak emosional, baik dengan pasangan maupun dengan anak-anaknya.

Kesepian ini bukan karena mereka sendirian secara fisik, tapi karena mereka tidak merasa terhubung secara emosional. Mereka ada di rumah, tapi tidak tahu harus bicara apa. Mereka terlibat dalam pengambilan keputusan, tapi merasa tidak sepenuhnya dikenal oleh keluarganya.

Transisi Menjadi Ayah: Fase yang Sunyi

Menjadi ayah, terutama untuk pertama kali, adalah transisi besar yang tak selalu mudah. Saat perhatian orang-orang tertuju pada ibu dan bayi, sang ayah bisa merasa seperti “figuran” dalam cerita yang besar. Ia ikut begadang, ikut panik, ikut lelah—tapi jarang mendapat pengakuan emosional.

Fase ini sering diwarnai perasaan bingung, kehilangan arah, dan munculnya pertanyaan: “Apakah aku cukup berarti di rumah ini?” Jika pertanyaan ini tidak terjawab, kesepian perlahan tumbuh.

Terlebih, seorang ayah biasannya terbentuk dengan kondisi yang tidak terbiasa untuk menyampaikan apa yang dirasakan. Tentu saja hal ini dibentuk karena ekspektasi masyarakat terhadap seorang pria atau ayah adalah sosok yang “kuat”. Ekspresi emosi adalah symbol bahwa seorang pria tidak kuat padahal mengelola emosi yang dirasakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan.

Pada masa anak-anak mulai memasuki usia sekolah atau remaja, perubahan hubungan kembali terjadi. Anak mulai lebih mandiri, kadang tertutup. Jika sebelumnya ayah kurang terlibat dalam komunikasi atau pengasuhan, momen ini akan terasa makin asing.

Beberapa ayah merasa kehilangan kedekatan yang dulu sempat ada saat anak masih kecil. Mereka ingin dekat, tapi tidak tahu caranya. Mereka ingin bertanya, tapi takut dianggap “gak nyambung”. Pada titik ini, banyak ayah merasa kesepian di tengah rumah yang ramai.

Kesimpulan

Kesepian pada ayah sering kali tidak dikenali karena bentuknya tidak meledak-ledak. Ia tidak menangis. Ia tetap bekerja. Ia masih bercanda. Tapi dalam dirinya, ada kerinduan untuk dipahami—bukan sebagai pekerja, bukan sebagai pemimpin rumah tangga—tapi sebagai manusia yang juga butuh koneksi.

Kesepian bukan tanda kelemahan. Justru ketika seorang ayah bisa mengenali perasaan itu dan mencari cara untuk kembali terhubung—itulah bentuk kekuatan emosional yang sejati. Maka, mari kita buka ruang bagi para ayah untuk bicara, untuk bercerita, dan untuk didengarkan.

Karena menjadi ayah bukan hanya tentang memberi, tapi juga tentang merasakan dan terhubung.

Ditulis oleh: Dr. Ersa Lanang Sanjaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed